SAJAK KECIL TENTANG CINTA
Mencintai
angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
MencintaiMu harus menjelma aku
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
MencintaiMu harus menjelma aku
PADA SUATU HARI NANTI
Pada suatu
hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
NOKTURNO
Kubiarkan
cahaya bintang memilikimu
Kubiarkan angin yang pucat
Dan tak habis-habisnya gelisah
Tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu
Entah kapan kau bisa kutangkap...
Ketika Jari-jari bunga terluka
Mendadak terasa betapa sengit, cinta kita
Cahaya bagai kabut, kabut cahaya
Di langit menyisih awan hari ini
Di bumi meriap sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Suatu pagi, di sayap kupu-kupu
Disayap warna, suara burung
Di ranting-ranting cuaca
Bulu-bulu cahaya
Betapa parah cinta kita
Mabuk berjalan diantara
Jerit bunga-bunga rekah…
Ketika Jari-jari bunga terbuka
Mendadak terasa betapa sengit, cinta kita
Cahaya bagai kabut, kabut cahaya
Di langit menyisih awan hari ini
Di bumi meriap sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Kubiarkan angin yang pucat
Dan tak habis-habisnya gelisah
Tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu
Entah kapan kau bisa kutangkap...
Ketika Jari-jari bunga terluka
Mendadak terasa betapa sengit, cinta kita
Cahaya bagai kabut, kabut cahaya
Di langit menyisih awan hari ini
Di bumi meriap sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Suatu pagi, di sayap kupu-kupu
Disayap warna, suara burung
Di ranting-ranting cuaca
Bulu-bulu cahaya
Betapa parah cinta kita
Mabuk berjalan diantara
Jerit bunga-bunga rekah…
Ketika Jari-jari bunga terbuka
Mendadak terasa betapa sengit, cinta kita
Cahaya bagai kabut, kabut cahaya
Di langit menyisih awan hari ini
Di bumi meriap sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Hutan kelabu dalam hujan
Lalu kusebut kembali
Kau pun
kekasihku
Langit di mana berakhir setiap pandangan
Bermula kepedihan rindu itu
Temaram kepadaku semata
Memutih dari seribu warna
Hujan senandung dalam hutan
Lalu kelabu menabuh nyanyian
Langit di mana berakhir setiap pandangan
Bermula kepedihan rindu itu
Temaram kepadaku semata
Memutih dari seribu warna
Hujan senandung dalam hutan
Lalu kelabu menabuh nyanyian
HUJAN BULAN JUNI
Tak ada yang
lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
HATIKU SELEMBAR DAUN
Hatiku
selembar daun melayang jatuh di rumput
Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
Ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi
Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
Ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi
GADIS KECIL
Ada gadis
kecil diseberangkan gerimis
Di tangan kanannya bergoyang payung
Tangan kirinya mengibaskan tangis
Di pinggir padang,ada pohon
Dan seekor burung
Di tangan kanannya bergoyang payung
Tangan kirinya mengibaskan tangis
Di pinggir padang,ada pohon
Dan seekor burung
DALAM DIRIKU
Dalam diriku
mengalir
Sungai panjang
Darah namanya
Dalam diriku menggenang
Telaga darah
Sukma namanya
Dalam diriku meriak
Gelombang suara
Hidup namanya
Dan karena hidup itu indah
Aku menangis sepuas-puasnya
DALAM BIS
Sungai panjang
Darah namanya
Dalam diriku menggenang
Telaga darah
Sukma namanya
Dalam diriku meriak
Gelombang suara
Hidup namanya
Dan karena hidup itu indah
Aku menangis sepuas-puasnya
Langit di
kaca jendela bergoyang
Terarah ke mana wajah di kaca jendela
Yang dahulu juga
Mengecil dalam pesona
Sebermula adalah kata
Baru perjalanan dari kota ke kota
Demikian cepat
Kita pun terperanjat
Waktu henti ia tiada
Terarah ke mana wajah di kaca jendela
Yang dahulu juga
Mengecil dalam pesona
Sebermula adalah kata
Baru perjalanan dari kota ke kota
Demikian cepat
Kita pun terperanjat
Waktu henti ia tiada
BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI
Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari
mengikutiku di belakang
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang
memanjang di depan
Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di
antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa
di antara kami yang harus berjalan di depan
DI TANGAN ANAK-ANAK
Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad
yang tak takluk pada gelombang, menjelma Burung . Yang jeritnya membukakan
kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci.
"Tuan, jangan kauganggu permainanku ini."
ATAS KEMERDEKAAN
Kita berkata : jadilah
Dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
Di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
Di tepinya cakrawala
Terjerat juga akhirnya
Kita, kemudian adalah sibuk
Mengusut rahasia angka-angka
Sebelum Hari yang ketujuh tiba
Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
Dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular melilit pohon itu
Inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
Angin yang diciptakan untuk senantiasa bergerak dari
sudut ke sudut dunia ini pernah pada suatu hari Berhenti ketika mendengar suara
nabi kita Adam menyapa istrinya untuk pertama kali, "hei siapa ini yang
Mendadak di depanku?"
Angin itu tersentak kembali ketika kemudian terdengar
jerit wanita untuk pertama kali, sejak itu ia terus Bertiup tak pernah menoleh
lagi
Sampai pagi tadi:
Ketika kau bagai terpesona sebab tiba-tiba merasa
scorang diri di tengah bising-bising ini tanpa Hawa
Air yang di selokan itu mengalir dari rumah
sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau Berjalanjalan
bersama istrimu yang sedang mengandung
Ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan
untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur Darah dan amis baunya. Kabarnya tadi
sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi
selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan Menuding sesuatu:
Hore, "ada nyawa lagi terapung-apung di air itu
-- alangkah indahnya!"
Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang
berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya Itu, sayang sekali.
AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
0 komentar :
Posting Komentar