Senin, 02 Desember 2013

Ibu a.k.a Mama

Aku lebih suka menuliskannya Mama. Entah kenapa dibandingkan 'Ibu' panggilan 'Mama' lebih romantis. Lebih punya daya haru. Syahdu. Walau begitu ketika berhadapan langsung aku tetap memanggilnya Ibu.
Mama orang tua tunggal. Papah meninggal ketika aku masih kelas dua SD. Tepatnya tahun 2001. Sejak saat itu kehadirannya begitu berarti. Dia lah satu-satunya orang yang kuharap sosoknya abadi. Bahkan sampai aku nenek-nenek aku ingin wujud dan jiwanya tetap sama. Tetap utuh. Aku belum bisa membahagiakan dia. Aku belum bisa melukiskan pelangi terbalik di wajahnya.Maaf ya, Ma.

Mama... tidak ada ketabahan lain selain kesediaanmu mencintaiku tanpa syarat. Tanpa merasa berat. Ada sekelumit harapan di ujung mimpi tentangmu, tentang kehadiranmu, mengemas cemasnya kalah dari rasa cintamu. Sekuat apapun aku mencoba menang, kasihmu pada makhluk hina ini tak terkalahkan, Ma.

Kasar pada telapak tanganmu saksi bisumu berjuang melawan dunia. Kau begitu hebat, mengubah pedih air mata menjadi cahaya bahagia. Demi aku. Anakmu yang belum bisa membalas budi. Aku menyanyangimu. Mama.

tanpamu, aku tungku tanpa api, Mama.

0 komentar :

Posting Komentar