Tanggal 8-9 Agustus 2014 kemarin saya dan teman-teman alumni SMA N 4 Magelang yang sekaligus alumnus organisasi pramuka melakukan camping di Gunung Prau (2.656 mdpl) Dieng, Wonosobo. Kami berangkat berenam. Tiga lelaki dan tiga wanita. Carier, sleeping bag, matras, tenda, sandal gunung, dan perlengkapan pendakian lainnya sudah kami siapkan. Kami siap untuk berpetualang! Yeay!
selfie dulu sebelum berangkat <3 |
Kami berangkat dari Magelang menuju Dieng, Wonosobo dengan penuh SYEMANGYAT KAKAK. Karena hari itu hari jumat kami berhenti di masjid di kawasan Kledung, Temanggung, untuk mempersilakan teman laki-laki untuk jumatan. Nah di sinilah kami sempat bimbang karena posisi kami berhenti sangat dekat dengan pos pendakian Gunung Sindoro.
Sempat tergoda untuk mengubah rencana awal yang sebenarnya ke Gunung Prau menjadi ke Gunung Sindoro yang pos pendakiannya sudah di depan mata. Tapi... karena mempertimbangkan logistik kami yang sepertinya tidak mencukupi untuk pendakian Sindoro, maka kami tetap melanjutkan perjalanan ke Gunung Prau.
Pukul tiga sore kami tiba di pos pendakian Prau di Patak Banteng. Kami melakukan registrasi dengan menulis biodata kami dan membayar retribusi masuk Rp 4.000 / orang dan Rp 5.000 / motor. Setelah itu kami sholat ashar dan makan nasi rames. Dan kami siap menuju puncak! Lalala Yeyeye!
Petualangan saya dimulai di sini |
Pukul empat lebih kami mulai pendakian. Awal perjalanan, kami harus melewati rumah penduduk yang ramah gilak. Baek-baek bener dah! Tiap ada pendaki yang lewat pasti disapa dengan senyum manis kenyes-kenyes. Behh... Begitu rumah penduduk lewat kami harus melalui tangga yang lumayan panjang dan lumayan bikin saya mau balik ke parkiran. Tangga sukses kami eksekusi. Kini kami harus melewati jalan berbatu yang menanjak. Nah di sini saya mulai manja dan merasa menjadi wanita lemah *hiks*. Karena kasihan pada saya-atau agar saya nggak negluh terus- salah satu teman saya menawarkan membawakan satu botol air mineral 1,5 liter yang saya bawa. Ah! Terimakasih loh...
Tiba di pos satu, jalanan berubah menjadi jalan setapak yang hanya bisa dilalui satu orang. Kanan kiri jalan ini diapit kebun. Kebanyakan sih kebun tembakau. Nah sampai di pos dua trek berubah menjadi jalanan tanah menanjak yang cukup lebar. Kanan kiri jurang dan hutan. Tapi cukup aman karena trek lebar. Karena saya sering istirahat maka target melihat sunset menjadi gagal. Niat awal kami tiba di puncak sebelum pukul enam, tapi sudah pukul enam kami masih saja mendaki.
Oh iya ada satu teman wanita saya yang tidak sabar menunggu wanita lemah seperti saya. Akhirnya dia memutuskan mendaki sendirian. Sedangkan teman yang lain tetap setia menemani saya. maatih yah, peyuk atu-atu. Tapi walaupun teman saya yang meninggalkan saya itu jadi nggak kompak, dia mau loh berbaik hati mendirikan tenda sendirian di puncak. Dia tiba di puncak sebelum jam enam sore. Kerennn kan vroh! Wanita ruarrr biasa..
Pukul enam aja kami belum sampai puncak. Otomatis kami melanjutkan pendakian dalam kegelapan. Saya nggak takut sih. Malah justru senang. Entah kenapa malam membuat saya lebih bertenaga. Tapi baru mau semangat muncak hujan turun lumayan deras dan saya nggak bawa mantol. Teman saya berhenti memakai mantol dan mengeluarkan senter. Karena tanah menjadi licin kami agak kewalahan untuk mendaki. Dan terjadilah insiden.....
Teman di belakang saya terpeleset hingga menubruk orang di belakangnya. Seorang wanita. Padahal belakang mereka jurang. Teman saya dan wanita itu berhenti di posisi yang berbahaya. Saya panik dan berteriak. Wanita itu menangis karena kaget. Teman mendakinya mencoba menenangkan wanita itu. Teman saya juga bertanggungjawab menenangkannya. Saya teriak-teriak minta tolong. Salah satu teman saya yang sudah melaju di depan kembali ke tempat kami berada. Akhirnya kami bisa melanjutkan perjalanan. Tapi....
Tanjakan licin belum berakhir. Kali ini saya yang mengalami insiden. Bawah saya lagi-lagi jurang. Saya berusaha mendaki tanah licin. Tapi saya kehilangan pegangan. Kaki saya juga siap untuk melorot. Maka saya berhenti pada posisi seperti cicak-please jangan ketawa-. Saya hampir nangis. Saya teriak-teriak minta tolong tapi teman di atas saya nggak bisa membantu apa-apa. Karena mereka pun berada di posisi yang sulit bergerak. Akhirnya teman saya yang di bawah mendorong saya ke atas. Dan saya bisa lolos dari maut *alay* haha
Tapi begitu saya aman, teman yang tadi menolong saya gantian yang terperangkap seperti cicak. Saya berusaha membuat pijakan di tanah dengan menggali tanah dengan gunting - saya nggak bawa sangkur - Akhirnya teman saya bisa naik. Nah setelah ini kami dan pendaki lain yang sama-sama kesulitan saling bahu membahu untuk tiba di puncak. Dan pukul tujuh kami tiba di puncak! Huwauw! Dingin Mak!! Dan kami tidak perlu capek-capek membangun tenda karena kawan kami yang sudah sampai dari tadi sudah mendirikannya! Tinggal makan, curhat dan tidur.... ZZZzzzzzzzz.....
Kita nge-camp di puncak sehingga tidak perlu melakukan summit atack pagi-pagi buta. Kami bangun pukul lima pagi dan menikmati indahnya sunrise di atas Gunung Prau...
detik-detik matahari terbit |
menggenggam matahari terbit |
in action! |
Setelah puas berfoto kami masak mie dan kopi dari kompor gas tetangga tenda. Karena gas kami habis *shy*. Untung pendaki lain baik-baik banget. Perut kami tertolong. Haha
Nungguin makanan mateng |
Habis makan pulang! Perjalanan turun gunung nggak sampai dua jam. Saya nggak ngeluh sama sekali, nggak kayak pas ndaki. Haha. Kenapa coba? Selain karena pemandangannya bagus banget! Juga karena sepanjang perjalanan pulang kami menyanyikan semboyan motivasi:
MIE ONGLKLOK... MIE ONGKLOK.... MIE ONGKLOK PAKE SATE
Dan kami pulang dengan ngebut. Wushh...................
Pemandangan dieng dari 3/4 puncak prau |
Semangat turun deh kalau pemandangan kaya gini |
Kami pulang dengan membawa segudang cerita dan kebahagiaan tak tertandingi
sangat, sangat, sangat bahagia
Sayang ini pendakian terakhir saya bareng temen-temen :(
Orang tua dan kekasih nggak ngasih restu, saya bisa apa selain nurut?
Salam duka dan tawa
-dhaneswarii-
0 komentar :
Posting Komentar