Oleh: Dhaneswarii |
Matahari
belum terbit tapi Parman sudah sibuk menggoyang-goyangkan celengan
ayam-ayamannya, saat Juki muncul di
beranda rumahnya. Juki geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman
sepermainannya ini.
“Woi Man,
jadi nih beli bebe baru?” goda Juki. Parman hanya cemberut. Juki yang melihat
mulut jontor parman manyun malah jadi ngakak.
“Apa sih lo
juk? Bikin idup gue tambah runyem aje deh ah. Pergi sane lo.”
“Tenang Mas
Bro, Cerita ada ape? Ntar abang Juki bantuin dah.”
Parman
tersenyum tipis. Bayangan bebe baru
berkelebat bergantian dengan wajah Juki, eh maksudnya wajah Siti yang kuyu
dengan mata muramnya. "Bebe apa Siti ya?" gumam Parman tanpa
sadar.
“Buju
buneng, Elo mau beli si Siti? Sadar Man, Cewek kagak bisa dibeli.” Juki sok
kaget.
Parman
menoyor kepala Juki sebal tanpa memberi penjelasan apapun. Yang ditoyor malah
meraih celengan dari tangan Parman. Lumayan berat. Kalau isinya cuma kepingan
logam lima ratusan, jumlahnya gak lebih dari duaratus ribu. Tapi kalau di
dalamnya juga terdapat lembaran seratus ribuan, mungkin isinya bisa mencapai
satu juta.
Juki jadi
inget celengan kodok-kodokanya di rumah yang sudah hancur gara-gara kepengen
beli pisang goreng. Padahal baru satu minggu Juki ngisi celengan itu. “Hebat
juga si Parman” batin Juki.
"Kalo
cuma mau traktir Siti, gak usah pecahin celengan kaleee! Makan di warteg mbak
Yum ceban juga cukup.”
Parman
menyerutup kopi pahit buatannya tanpa menawari Juki yang dari tadi nelen ludah
gara-gara kepengen.
“Gue masuk
dulu ya Juk.” Pamit Parman.
Juki yang dipamitin
senyum-senyum aja. Lumayan kopi pahitnya si Parman masih sisa setengah. Juki
bersiap untuk menyerutup,
“Kopi gue
ketinggalan.” Parman mengambil kopi dari tangan Juki, kemudian masuk lagi ke
dalam rumah.
Juki bengong
dengan tangan masih menggantung. Seolah ada gelas di tangannya.
***
Bakda asar
Parman dan Juki ngopi-ngopi sambil makan gorengan di sawah kering belakang
rumah Parman. Kali ini Parman sedang berbaik hati membuatkan Juki kopi. Biar
manyun di bibir Juki agak berkurang katanya.
"Juk,
lo Ingat gak waktu kita jalan-jalan ke belakang perkampungan, persis di dekat
gang rumahnya Siti?" tanya Parman tiba-tiba.
Juki
manggut-manggut dengan mulut masih penuh dengan pisang goreng. Sedetik kemudian
Juki tercenung. Menelan sisa pisang goreng di mulutnya hanya dengan sekali
telan. Teringat saat Siti tersedu melihat anak-anak kecil dengan baju lusuh di
perkampungan itu. "Kenapa kita gak membantu Siti menjadi relawan untuk
anak-anak itu?" lanjut Parman lagi.
***
Mata Siti
berbinar bahagia. Melihat anak-anak yang berbaju lusuh dan dekil itu tampak bahagia. Berlarian kesana-kemari di sekitar rumah singgah yang baru saja jadi itu
dengan tawa yang merekah. Parman di bantu Juki dan warga desa membangun rumah
kayu kecil di atas sawah kering belakang rumah Parman. Sawah itu warisan
babenya untuk Parman.
“Parman,
terimakasih banyak ya. Anak-anak terlihat bahagia sekali. Rumah singgah ini
menjadi hadiah paling indah untuk mereka. Sekarang kan tanggal 1 Juni, di Hari
Anak Internasional ini kamu melakukan sesuatu yang luar biasa. Akhirnya mereka
bisa mendapatkan sedikit haknya melalui kamu.”
Parman
tersenyum. Ia bangga celengan ayam-ayamannya bisa berubah menjadi rumah singgah
anak-anak kurang mampu untuk tempat belajar. Kalau pemerintah belum
memperhatikan anak-anak seperti mereka, kita lah yang harus memulai dengan
sesuatu yang kita mampu.
“Kamu baik
sekali, Parman.” puji Siti tulus.
“Kamu cantik
sekali.” jawab Parman tanpa sadar. Siti tersipu malu. Parman juga jadi kikuk sendiri.
Juki yang
melihat kejadian itu dari balik pohon rambutan terkikik geli. Ternyata
sahabatnya bisa juga salah tingkah.
***
Bulan
tersenyum samar karena tertutup awan. Parman dan Siti sedang dinner di warteg mbak Yum. Siti yang
mengajak Parman makan karena ingin membalas kebaikan Parman pada anak-anak
kurang mampu yang sudah satu tahun ini dibinannya. Dulu Siti dan anak-anak itu
belajar di bawah pohon. Saat hujan maka sekolah libur. Padahal Siti tau
anak-anak itu sangat ingin belajar. Berkat Parman anak-anak itu tidak perlu
kehujanan dan kepanasan lagi. Mereka bisa belajar dengan nyaman.
“Parman,
sekali lagi terimakasih ya sudah mau membantu kami.” ucap Siti di tengah acara
makan mereka.
“Nggak
apa-apa Sit, gue ikhlas. Beneran dah. Suer.” jawab Parman sambil mengacungkan
telunjuk dan jari tengahnya.
Siti
tersenyum. “Kamu tau Parman, aku sangat suka anak-anak.”
Parman
manggut-manggut.
“Kalau kamu
suka anak-anak juga gak, Man?” tanya Siti.
“Iya aku suka... suka kamu.”
Siti diam.
Pipinya merona merah. Ia tidak bisa menahan ujung bibirnya tertarik ke kanan
dan ke kiri.
“Mmm...
aku... aku... aku juga suka kamu Parman.” ucap Siti lirih. Tapi Parman masih
bisa mendengar. Parman tersenyum lebar kemudian menari-nari girang. Seisi
warung memperhatikannya tapi ia tidak peduli. Parman sangat bahagia. “Selamat
Hari Anak. Selamat hari jadian. Parman punya pacaaaaaaaaar!!!!.” Teriak parman
masih menari dengan lincah. Siti ikut tertawa bahagia.
P.S = ini cerpen zaman awal masuk kuliah. Bahasa dan ceritanya masih sangat-sangat berbau SMA. ketawa sendiri saya bacanya :3
0 komentar :
Posting Komentar