Selasa, 03 Desember 2013

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN NILAI ANTI KORUPSI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu “kebiasaan”. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menangani korupsi dan hukum yang sangat tegas. Namun, tetap saja korupsi masih terdapat di negeri ini. Salah satu mengapa orang berani melakukan tindak pidana korupsi yaitu karena kurangnya kesadaran pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita tidak bisa menyadarkan para koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa dengan tindakan tersebut.
Stigma yang menganggap penyelenggara negara belum melaksanakan fungsi pelayanan publik berkembang sejalan dengan ”social issue” mewabahnya praktek-prakter korupsi sebagai dampak adanya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggungjawab. Korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara, tetapi juga melibatkan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat membahayakan eksistensi atass fungsi penyelenggaraan negara.
Langkah awal dan mendasar untuk menghadapi dan memberantas segala bentuk korupsi adalah dengan memperkuat landasan hukum yang salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diharapkan dapat mendukung pembentukan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dan diperlukan pula kesamaan visi, misi dan persepsi aparatur penegak hukum dalam penanggulangannya. Kesamaan visi, misi dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelengara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu penyebabnya adalah korupsi yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang diibaratkan seperti jamur di musim penghujan, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan tetapi juga sudah merambah ke korporasi termasuk BUMN.
Jadi, salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan karakter anti korupsi kepada kalangan generasi muda sekarang. Karena generasi muda adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2.      Bagaimanakah peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi?
3.      Bagimanakah peranan pendidikan karakter  anti korupsi dikalangan generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi?
4.      Hambatan dan upaya apakah yang dilakukan dalam memberantas tindakan korupsi?

1.3  Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui lebih dalam tentang korupsi.
2.      Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi.
3.      Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi.
4.      Untukmengetahuihambatan dan upaya yang dilakukan dalam memerangi korupsi.

1.4  Manfaat
1.      Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap pola pikir generasi muda agar tidak melakukan tindak korupsi yang bias merugikan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat luas
2.      Makala hini diharapkan bias menjadi tolak ukur dan motivasi terhadap generasi muda agar bias menghindari tindak korupsi
3.      Makalah ini diharapkan dapat membantu memberikan pembelajaran khususnya terhadap generasi muda untuk membenahi dan meningkatkan peranan dan dukungan terhadap edukasi anti korupsi sejak dini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat kompleks, sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan korupsi yang sepertinya sudah melekat kedalam sistem menjadi bagian dari operasional sehari-hari dan sudah dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun. Misalnya sebuah instansi yang menerima uang dari rekanan dan kemudian dikelolanya sebagai dana taktis, entah itu sebagai semacam balas jasa atau apa pun. Kalau mark up atau proyek fiktif sudah jelas-jelas korupsi, tetapi bagaimana seandainya itu adalah pemberian biasa sebagai ungkapan terimakasih. Kalau itu dikategorikan korupsi, maka mungkin semua instansi akan terkena. Dana taktis sudah merupakan hal yang biasa dan itu salah satu solusi untuk memecahkan kebuntuan formal. Ada keterbatasan anggaran lalu dicarilah cara untuk menyelesaikan banyak masalah.Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia di era reformasi ini.
Mari kita tempatkan seorang “pelajar” yang ingin mencari bangku di sebuah sekolah yang berlabel “negeri” dengan menggunakan “jalur mandiri”. ‘Dia’ menyiapkan sejumlah uang untuk menyuap “orang dalam” agar mendapatkan bangku di sekolah tersebut. Itulah contoh kecil tindakan korupsi yang terjadi di kalangan pelajar. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi harus cukup jelas dalam hal bagaimana dan seberapa banyak jenis korupsi serta tindakan yang tidak “halal” itu merugikan semua orang.



a.      Sebab-Sebab Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu: :
·         Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
·         Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
·         Kurangnya pendidikan.
·         Adanya banyak kemiskinan.
·         Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
·         Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
·         Struktur pemerintahan.
·         Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal.
·         korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
·         Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
·         Greeds (keserakahan)                   : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
·         Opportunities (kesempatan)         : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
·         Needs (kebutuhan)                       : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
·         Exposures (pengungkapan)          : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.


2.2  Peran Serta Generasi Muda Dalam Memberantas Korupsi
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan. Dalam skala yang lebih kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau hidup, maju atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa. Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relung-relung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan. Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit, yang mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.

2.3 Peranan Penidikan Karakter Anti Korupsi Dikalangan Generasi Muda Dalam Mencegah Terjadinya Tindakan Korupsi
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Pendidikan Karakter anti korupsi, di sini pendidikan sering menjadi komponen yang paling disoroti. Jika tujuan akhir pendidikan adalah membentuk manusia cerdas, berakhlak mulia, terampil dan seterusnya, maka semestinya rumusan itu dijadikan patokan ataualat ukur, sejauh mana bisa dicapai. Jika ternyata para lulusan pada jenjang tertentumasih menggambarkan penampilan yang belum sebagaimana dirumuskan dalam tujuan, maka apa salahnya segera dilakukan perbaikan dan bahkan perubahan. Apayang telah terjadi sudah selayaknya dijadikan renungan untuk memperbaiki kualitaspendidikan di negeri ini.
Menyikapi fenomena korupsi yang marak terjadi. Pendidikan pun melakukan pembenahan-pembenahan untuk menjawab tantangan derasnya arus korupsi. Salahsatu upaya yang dilakukan adalah perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum yang gencar dibicarakan belakangan ini adalah masuknya pendidikan karakter anti korupsip ada tingkat pendidikan prasekolah hingga perguruan tinggi pada tahun ajaran ini. Kurikulum tersebut, menurut Mendiknas, Muhammad Nuh, nantinya akan masukdalam silabus-silabus mata pelajaran. Sedangkan pengajarnya adalah guru-guru yang telah diberi training bagaimana mengajarkan pendidikan karakter anti korupsi. Penyebaran pendidikan anti korupsi ini pun akan dilakukan secara bertahap. Dalam pelaksanaannya, pendidikan karakter anti korupsi tidak berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran, tetapi dengan memberikan penguatan pada masing-masing mata pelajaran yang selama ini dinilai sudah mulai kendur. Mendiknas menganalogikan pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai zat oksigen yang menjadi bagian dari manusia hidup. Manusia tidak akan hidup tanpa oksigen. Begitu juga dengan pendidikan budaya dan karakter bangsa, kita seakan mati jika tidak berlaku sesuai dengan budaya dan karakter bangsa. Karakter dan budaya bangsa itu begitu melekat dalam diri seseorang. Pendidikan anti korupsi sesungguhnya abstrak, bukan melalui logika saja. Pendidikan ini memerlukan tahap penalaran, internalisasi nilai dan moral, sehingga mata pelajarannya didesain tidak hanya menekankan aspek kognitif, melainkan lebih pada aspek afektif dan psikomotorik (http://www.riaumandiri.net). Menekankan bagaimana agar anak didik melakukan sesuatu atau menghindari sesuatu untuk mendapat pengharagaan sosial dari orang lain. Bagi anak-anak, proses penalaran moral berkembang sejalan dengan proses belajar sendiri dan belajar dari lingkungan. Melalui pendidikan anti korupsi yang terarah dan efektif, terbuka kemungkinan internalisasi nilai-nilai. Peran guru, orang tua, dan orang-orang di sekitar menjadi kunci. Mereka harus memberi teladan berperilaku antikorupsi, terutama berperilakujujur sebagai dasar pembentukan karakter secara dini. Korupsi adalah masalah bersama yang penuntasannya tidak dapat dilakukan seketika.
Kekuatan hukum dalam menimbulkan efek jera pun terkesan belum maksimal. Banyak pelaku tindak korupsi yang mendapat hukuman minim dan bahkan lolos dari jerat hukum. Untuk itu, jalur pendidikan ditilik sebagai wahana terbaik untuk memutus arus korupsi dengan peningkatan moral generasi penerusnya. Rencana masuknya pendidikan karakter antikorupsi dalam kurikulum tentunya mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Ada yang pro dan ada juga yang kontra terhadap pelaksanaan program ini. Memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah mencatat, dari sejumlah kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan menjebloskan koruptor ke penjara. Era orde baru, yang berlalu, kerap membentuk lembaga pemberangus korupsi. Mulai Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, KomisiEmpat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi pada 1970, Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya, penangkapan para koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus bermunculan bak jamur di musimhujan. Hasil survei bisnis yang dirilis Political & Economic Risk Consultancy atau PERC menyebutkan Dalam survei tahun 2010, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu. Posisi kedua ditempati Kamboja, kemudian Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Australia, dan Singapura sebagai negara yang palingbersih (www.bisniskeuangan.kompas.com). Upaya pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang bekerja sama dengan KPK menyikapi realita korupsi yang menjamur di negeri ini patutlah kita apresiasi positif. Pendidikan sebagai usaha sada ryang sistematis dan sistemis memang harus selalu bertolak dari sejumlah landasan atau azas-azas tertentu guna mewujudkan masa depan yang lebih baik (Tirtaraharjadan La Sulo, 2005). Lembaga pendidikan pun ditilik sebagai tempat terbaik menyiapkan SDM yang bermoralitas tinggi. Hal ini sejalan dengan pandangan Socrates (469-399 SM) yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang paling mendasar adalah membentuk individu menjadi lebih baik dan cerdas. Dengan katalain, pendidikan hendaknya diarahkan kepada kebajikan atau nilai individu yangmencakup dua aspek, yaitu intelektual dan moral (Aristoteles 348-322 SM). Memang sudah saatnya pendidikan kita disentuh oleh masalah-masalah realyang berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Ketika korupsi menjalar bagai akar di setiap bidang kehidupan, maka sudah sepatutnya peserta didik yang akan menjadi penerus kehidupan bangsa diperkenalkan dengan permasalahan korupsi. Agar merekatahu betapa bahayanya tindakan korupsi bagi kelangsungan hidup bangsa sehingga mereka memiliki sikap tidak tergoda dengan tindak korupsi. Penanaman nilai-nilai luhur sejak dini diharapkan mampu menjadi pondasi yang kokoh bagi peserta didik dalam menyikapi realita kemerosotan moral yangterjadi di tengah masyarakat.
Melalui pendidikan karakter anti korupsi juga diharapkan munculnya rasa tanggung jawab untuk memberantas korupsi dan memberikan contoh pada masyarakat luas tidak hanya dari tuturan, tetapi juga melalui perbuatan yang mencerminkan karakter yang ulet, jujur, toleran, dan lain sebagainya. Selama ini pendidikan mengenai nilai-nilai luhur sebenarnya telah terangkum dalam mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan. Namun, hasil yang digapai hanya sebatas kemampuan kognitif yang berfokuskan pada pencapaian nilai dalam selembar kertas. Pemahaman mengenai nilai luhur tersebut akan hilang ketika anak didik ke luar dari pagar sekolah. Banyak kejadian dalam masyarakat yang mereka jumpai tidak sejalan dengan teori-teori yang ditanamkan sekolah, dan anak didik tidak mampu menyumbangkan pemikirannya dalam mengatasi persoalan itu.J.H. Gunning (dalam Tirtaraharja dan La Sulo, 2005) berpendapat bahwa seharusnya pendidikan yang sehat mampu menunjukan titik temu atau menjembatani antara teoridan praktek. Abduhzen (2010) berpendapat bahwa strategi pendidikan kita pada berbagai tingkatannya sangat kurang menghiraukan pengembangan nalar sebagai basis sikapdan perilaku. Pembelajaran di sekolah kita lebih cenderung pada mengisi atau mengindoktrinasi pikiran. Akibatnya, apa yang diperoleh di sekolah seperti tidak berkorelasi dengan kehidupan nyata.
Pendidikan harus mampu menciptakan keseimbangan dalam kehidupan peserta didiknya. Hal ini sejalan dengan ajaran filsafat I Ching (kristalisasi marxisme di Tiongkok) yang memandang bahwa nilaiyang paling tinggi dalam kehidupan manusia adalah keseimbangan (Artadi, 2004). Agar pendidikan karakter anti korupsi dapat mencapai sasaran, beberapa langkah dapat dilakukan pemerintah dan Kemendiknas, seperti pelatihan-pelatihankepribadian kepada guru-guru untuk menanamkan sikap antikorupsi. Hasilnya nanti terlihat dalam sikap keseharian guru dalam menjalankan tugasnya. Sikap-sikap anti korupsi yang ditunjukkan oleh guru tentu akan lebih ‘tajam’ pemikiran siswa mengenai korupsi dibandingkan dengan teori-teori hapalan mengenai tindak korupsi. Langkah lain yang dapat diambil untuk memaksimalkan tujuan pendidikan karakter anti korupsi adalah memberikan sanksi tegas kepada guru dan pegawai-pegawai dinas pendidikan yang melakukan tindakan korupsi. Sehingga dunia pendidikan terlepas dari tindakan korupsi yang akan berdampak pada penciptaan kondisi yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter anti korupsi. Melihat berbagai kendala yang membentang dalam pelaksanaan pendidikan karakter anti korupsi ini, maka sudah sepatutnyalah dilakukan perbaikan dalam tubuh institusi pendidikan terlebih dahulu. Agar jangan sampai rencana manis hanya berbuah tawar atau tiada berguna. Guru sebagai ujung tombak pendidikan karakter ant ikorupsi haruslah merefleksi diri. Penanaman sikap luhur ini akan tercapai apabila guru sanggup menjadi contoh sikap jujur, baik, bertanggung jawab, dan adil bagi siswanya. Bukan hanya pemberian teori mengenai ciri-ciri sikap jujur, baik, bertanggung jawab, dan adil yang sasaranya hanya hapalan semata.
Lewis (2004) menyebut pemberian contoh-contoh sikap luhur itu sebagai kepemimpinan lewat teladan. Dalam kepemimpinan ini, seorang guru akan menjadi tolak ukur di mana peserta didik akan mengukur diri mereka sendiri. Guru akan menjadi inspirasi bagi peserta didiknya. Untuk dapat menjadi pemimpin yang mampu menerangi jalan peserta didiknya, seorah guru hendaknya kembali memegang teguh trilogi kepemimpinan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarso sung tulodo, ing madyomangun karso, dan tut wuri handayani. Artinya, ‘di depan guru sebagai pemimpin mesti memberi teladan’, ‘di tengah-tengah peserta didik, guru membangun semangat serta menciptakan peluang untuk berswakarsa’, ‘dari belakang guru mendorong dan mengarahkan peserta didiknya’. Trilogi inilah yang mungkin terlupakan dalam sistem pendidikan penanaman nilai di negeri ini. 

1.4   Hambatan dan Upaya yang Dilakukan Dalam Penerapan Pendidikan Karakter    Anti Korupsi
1.      Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2.      Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3.      Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4.      Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi Indonesia.
5.      Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6.      Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan rasti yang semakin canggih.
7.      Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

1.      Pendidikan karakter anti korupsi sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan beimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2.      Dalam jangka panjang, pendidikan karakter anti korupsi diharapkan mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3.      Pendidikan karakter anti korupsi diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

3.2  Saran
1.      Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan karakter anti korupsi sebagai figur dalam pembentukan karakter.
2.      Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulasikan pendidikan karakter anti korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3.      Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan karakter anti korupsi di segala aspek kehidupan.





0 komentar :

Posting Komentar